Sabtu, 03 Oktober 2009

Disleksia

Tidak mengherankan anak kelas satu dan dua SD mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis. Namun, dengan latihan yang berulang-ulang, anak akan bisa melaluinya. Lain halnya jika anak masih mengalami kesulitan membaca dan menulis pada saat kelas lima atau enam SD. Bisa jadi anak mengalami gangguan disleksia.

Disleksia adalah suatu kondisi pada anak yang mengalami kesulitan dalam hal membaca, mengeja, dan menulis, namun memiliki kemampuan standar yang lain. Anak disleksia juga mengalami kesulitan mengerjakan sesuatu yang memerlukan hafalan, susah mengurutkan sesuatu, dan memiliki gerakan motorik yang kurang baik. Kesulitan-kesulitan ini bias menyebabkan anak disleksia kehilangan rasa percaya diri karena merasa berbeda dengan anak-anak yang lain. Akibatnya anak disleksia bisa dihinggapi rasa cemas, gugup, kurang motivasi, serta tentang konsentrasi dan perhatian yang pendek. Jika guru atau orang tua bisa merasakan kesulitan-kesulitan tersebut maka akan lebih mudah untuk menolong anak disleksia. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin mudah pula pengobatan yang dapat dilakukan sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.

Bagaimana mengenali disleksia?
1.Lambat bicara jika dibandingkan dengan anak seusianya atau sering kesulitan dalam mengucapkan kata-kata yang benar.
2.Susah membedakan huruf-huruf yang bentuknya mirip seperti b dan d, m dan w, s dan z.
3.Sering terbalik membaca kata-kata yang mirip bentuknya seperti abu-abu, gila-gali, batu-buta, dan dapat-padat.
4.Sulit mengingat dan memahami apa yang didengar dan dibaca.
5.Kesulitan dalam mengingat kata-kata dan nama-nama.
6.Tulisan tangan yang buruk.
7.Bingung menghadapi simbol-simbol matematis.
8.Bingung menentukan arah kiri dan kanan serta bingung harus menulis menggunakan tangan kiri atau kanan.
9.Membaca lambat, terputus-putus, dan tidak tepat.

Yang perlu dilakukan guru dan orang tua:
1.Guru menempatkan anak disleksia di barisan paling depan agar perhatian dia terfokus pada guru sehingga guru bisa mengawasi dan mendampingi.
2.Guru membantu anak disleksia membuka halaman pad buku, agar tidak keliru membuka halaman yang lain.
3.Guru memberi waktu yang lebih banyak kepada anak disleksia untuk menulis atau mengerjakan soal.
4.Orang tua harus rajin melatih anak disleksia dalam hal membaca atau menulis.
5.Orang tua dan guru harus bisa meyakinkan anak disleksia, memberikan motivasi, dan memberi dukungan dan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan anak disleksia.
6.Orang tua dan guru harus bisa menjaga perasaan anak disleksia dengan tidak membandingkannya dengan teman-temannya.

Pengobatan:
1.Jika guru dan orangtua mencurigai bahwa anak mengidap disleksia, maka sebaiknya cepat berkonsultasi dengan psikolog atau sekolah pengajaran khusus (special education). Dengan begitu, guru dan orang tua bisa tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu anak tersebut melewati kesulitan-kesulitannya.
2.Pengejaan tidak hanya dilakukan terhadap apa yang didengar atau diucapkan, tetapi juga mengintegrasikan kemampuan penglihatan dan kepekaan sentuhan. Cara ini dilakukan agar otak mudah bekerja karena lebih mudah mengingat.
3.Tingkatkan rasa percaya diri anak disleksia. Anak disleksia bukanlah anak yang bodoh. Mereka bisa memperdalam kemampuannya dengan latihan yang maksimal. Jadikanlah, anak disleksia bangga terhadap kemampuan yang dimilkinya. Dan percayakan pada mereka bahwa keterbatasan ini dapat diatasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar