Jumat, 21 Desember 2018

Novel Suraya


Judul : Suraya
Penulis : Nafi’ah Al Ma’rab
Penyunting : Ani Nuraini Syahara
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer
Tahun terbit : 2018


Blurb

“Tentang cinta yang tak pernah lekang dari air mata. Inilah yang mendekatkan aku kepada Tuhan.”

Seperti cerita cinta lainnya, derajat tak bisa menyatukan cinta Suraya, seorang putri menteri terbaik Kerajaan Malaka, dengan Awang, pemuda dari suku Laut.

Namun, semua berbuah manis ketika suku Laut berhasil membantu pengusiran Portugis. Hubungan Suraya dan Awang direstui, pernikahan segera digelar. Akan tetapi, tak ada yang menduga bahwa pada suatu pagi, pasukan Portugis kembali meluluhlantakkan Malaka.

Dan lagi, Suraya-Awang terpisah untuk kesekian kali. Awang bertahan di Malaka, menjadi pelayan perempuan Portugis. Cinta dan keyakinan nyaris tergadaikan. Sementara Suraya terusir ke Bintan, masih terus bersetia kepada Awang meski hanya lewat syair.

Akankah syair serta takdir mempertemukan mereka?

***

Tokoh utama yaitu Suraya, gadis terhormat dari keluarga kerajaan dan jatuh cinta kepada Awang, pemuda tampan dari suku Laut. Suraya bukanlah gadis yang menyukai harta melimpah. Sekalipun Awang hidup di laut dan tak punya tanah, Suraya tetap jatuh cinta pada Awang. Cintanya adalah cinta sejati, tak mudah goyah meski dia bertemu dengan lelaki lain yang melebihi Awang dalam segala hal.

Awang, lelaki pekerja keras dan sangat menyayangi keluarganya. Demi memperjuangkan cintanya kepada Suraya, lelaki itu berani berperang membantu ayahnya untuk mengusir Portugis dari tanah kelahirannya. Sama seperti Suraya, sekalipun dia bertemu dengan gadis Portugis yang sangat cantik, cinta Awang hanyalah untuk Suraya.

Zay, lelaki yang sangat baik. Meskipun derajatnya tinggi dan hartanya melimpah, dia bukan lelaki sombong. Zay begitu mengerti dengan kondisi Suraya dan tidak memaksa supaya gadis itu membalas cintanya.

Tokoh yang lain adalah orang tua Suraya yang bijaksana dalam menghadapi cinta putrinya, orang tua Awang yang juga peduli terhadap kisah cinta putranya, Masida (pelayan Zay) yang pada akhirnya jatuh cinta pada Awang. Masida berbeda dengan tokoh yang lain karena karakternya antagonis.

***

Konflik yang disajikan cukup berat. Cinta antara Suraya dan Awang yang mulanya tak direstui karena perbedaan status, akhirnya mereka diperkenankan menikah karena ayah Awang telah bergelar laksamana setelah berhasil mengusir Portugis dari perairan Malaka. Sayangnya sebelum pernikahan itu terjadi, Portugis datang lagi untuk membalas dendam sehingga Suraya dan Awang terpisah.

“―Ayah tahu kau bersedih, kau pasti memikirkan Suraya di darat sana. Kita pun tak tahu apa yang telah terjadi di sana. Tapi paling tidak, berjuanglah untuk kerajaan ini, berjuanglah untuk cinta kau dan Suraya.” (hal. 64)

Penggambaran konflik ini disajikan dengan kalimat yang sesuai dengan keadaan yang terjadi. Bagaimana kesedihan Suraya ketika berpisah dengan Awang, bagaimana Awang menderita ketika menjadi budak dan harus bekerja keras untuk Portugis, dan bagaimana suasana ketika penyerangan terjadi, semua dijabarkan begitu detail sehingga seolah-olah aku bisa membayangkan seperti apa lokasi dan keadaan yang sedang terjadi.

Konflik puncak ketika Suraya melihat Awang bermesraan dengan gadis Portugis. Suraya patah hati dan memilih untuk menikah dengan lelaki lain. Sayangnya kehadiran lelaki lain tak mudah menggoyahkan cintanya yang telah berakar begitu dalam di hatinya.

“―Kalau sakit hati karena cinta mungkin masih bisa saya tanggung. Tetapi saya teramat sakit ketika saya tahu, orang yang saya kasihi menjadi pengikut orang-orang yang telah membunuh kerajaan Sultan yang saya hormati.― (hal. 90)

Suraya salah paham dengan apa yang dilihatnya.

***

Aku benar-benar suka dengan novel ini karena bersetting pada masa penjajahan, mengingatkan kita bahwa kebebasan kita sekarang adalah jerih payah dari para pejuang dan rakyat pada zaman dahulu. Selain itu juga gaya penulisan yang indah serta bahasa tertata dengan rapi. Saya suka dengan percampuran bahasa melayu di dalamnya.

Alurnya maju dan diceritakan menggunakan sudut pandang orang ketiga sehingga pembaca bisa tahu perasaan masing-masing tokoh dan bisa dengan gamblang menceritakan situasi dan kondisi di tempat yang berbeda.

Banyak amanat yang bisa dipetik dari novel ini, di antaranya yaitu tetaplah mendengarkan nasihat orang tua ketika cintamu belum dapat restu. Contohlah Awang dan Suraya yang berhasil membujuk kedua orang tua mereka dengan cara halus. Keyakinan Awang yang begitu kuat patut kita contoh. Godaan sebesar apapun yang ada di depan kita, tidak seharusnya kita terbuai sehingga mengkhianati agama kita.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar