Sabtu, 25 Desember 2010

Pengalaman Buruk

Heran, kenapa aku enggan banget kumpul sama orang yang sok galak di depan orang lain? Nah, orang macam begini sering aku jumpai saat acara diklat di sekolah dulu. Pengalaman pertama saat diklat PMR di SMP. Heraaan banget! Kenapa sih orang-orang yang mengaku sebagai senior itu berlagak kayak preman?!

Duh, aku kenapa jadi sewot begini ya.. Hmm.. Tapi tapi tapi.. Hal itu menjengkelkan, bukan? Gimana nggak? Tujuan sama pelaksanaannya beda banget. Coba kita cerna dari namanya, DIKLAT, kependekan dari pendidikan dan latihan. Yang pertama, pendidikan itu berupa pemberian materi yang terkait. Yang kedua, latihan yang berupa kegiatan yang sudah dipelajari. Misal kalo PMR, ada latihan baris-berbaris dan P3K. Nah, kalo ditanya, kenapa senior harus berlagak judes saat bertanya, mereka menjawab kalo itu latihan mental supaya tegar. Eh, btw, emang begitu ya caranya supaya mental kita terus mengembang ga melempem kayak kerupuk yang kena air? Ckckck.. Ada2 aja!

Aku pikir itu bukan cara yang tepat. Aku beranggapan itu hanya cara agar para senior mendapat hormat. Bagaimana bisa cara tersebut memperkuat mental? Bukankah malah memperkerut mental? Siapa sih yg merasa nyaman saat dimarahi apalagi sama kakak kelas yang sok galak!

Oke akan aku beberkan sikap para senior. Mereka bertanya dengan galak dan menyuruh pergi tanpa kasihan. Mereka berdiri dengan gagahnya saat aku merangkak di rumput. Mereka memarah-marahi aku saat aku ga bisa menjawab salam. Mereka menyuruh mencari kain biru di kuburan. Ampun deh, jengkel banget! Dan yang lebih menjengkelkan lagi, mereka tuh teman seangkatanku. Kebayang kan gimana sebalnya!

Pengalaman kedua saat aku ikut diklat teater di SMA. Mereka ngasih tugas untuk minta tanda tangan kepada para senior satu persatu. Dan kesalnya, tiap minta tanda tangan pasti dimarah-marahi dulu dan disuruh-suruh seperti babu. Kami para yunior baru boleh tidur jam 4 pagi. Tau tidurnya dimana? Di kursi! Jam 5 kami dibangunkan seperti orang gila. Secara tiba-tiba, pintu didobrak dan mereka langsung berteriak-teriak seperti kesetanan. Aku kaget sekaget-kagetnya, sampai-sampai, kakiku kejedot kaki meja dengan kerasnya. Sakit banget! Kami disuruh senam, tapi tetap dengan marah kemudian disuruh sarapan, dan tau gak, sebelum nasi itu dimakan, nasi itu diperas-peras oleh mereka kemudian tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut dan sekali lagi dilumurkan pada nasi kami. Bayangkan gimana jijiknya! Dan mereka kembali membentak-bentak menyuruh kami makan sampai habis.

Setelah makan mereka menyuruh kami jalan mengitari lapangan basket sambil berteriak melafalkan huruf vokal. Dan saat itu matahari sudah berada di atas kepala. Panas sekali!

Belum puas menyiksa kami, mereka menyuruh kami bawa uang seribu untuk naik angkot ke kota dan menyuruh kami mengamen. Saat itu diminta pakai kresek merah dan rambut yang dikuncir banyak kayak orang gila. Dan mulailah kami mengamen. Dan kakiku ini mulai terasa sangat sakit. Tapi aku tahan. Sampai akhirnya aku tau kalo kakiku lebam. Warnanya biru keungu-unguan. Selesai mengamen, kami pulang naik angkot dengan uang hasil mengamen. Alhamduliah penyiksaannya hampir selesai.

Sampai di sekolah kami masih disuruh-suruh untuk mencari kaos. Dan aku menemukannya di tempat sampah yang penuh puntung rokok. Bah! Setelah semua dapat, baru dimulai acara penutupan. Dan mereka meminta maaf sampai membuat kami menangis. Sial!

Nah, itu deh pengalamanku. Memang masih lumayan dibandingkan diklat yang laen. Kalo dari ekskul laen, ada yang ditampar-tampar, ada yang disuruh berenang di selokan, eh bukan berenang tuh, tapi berendam, dsb dsb dsb.

Fiuuuh... Jadi jangan kaget kalo di IPDN ada penyiksaan fisik, lah wong di sekolah aja sudah ada juga meskipun jauh bedanya.

Aku berharap deh, cara seperti ini supaya lekas dibuang. Ga ada manfaatnya. Kalo memang ingin memperkuat mental, cari aja kegiatan ato permainan yg menyenangkan tapi ada amanatnya. Seperti perjalanan di alam bebas ato kegiatan yang menantang adrenalin, tanpa ada bentakan dan marahan.

Semoga semua segera dibenahi, karna udah gak zamaaan lageee ospek-ospek macam begitu.. Ups, buat yang pernah jadi senior, peaceee.. ^_^

Kamis, 16 Desember 2010

Chrysanthemums

Ada yang tau bunga krisan atau seruni? Emm, aku suka sekali bunga seruni.. harumnya, wangi alam, enak sekali dihirup, mantap, hahaha....

Tapi sayangnya aku ga punya satupun bunga tersebut di rumah, kayaknya harus hunting ke rumah tetnagga nih, hahaha.













































































Hmm... cantik kan...?!
Suatu hari nanti aku pengen buat taman seruni...

Minggu, 03 Januari 2010

Sakit kawin

Hari pertama jadi guru les privat Attak menggantikan Bu Yuli yang baru aja menikah dan tentunya dia harus ikut suaminya, jadi aku yang disuruh menggantikannya...Attak masih kelas 4 SD di SD Al-Baitul Amin Jember.

Awalnya harap-harap cemas sih...khawatirnya Attak gak suka aku...tapi di luar dugaan Attak nerima aku dengan baik. Gadis kecil yang cantik dan pintar. Sekolah sampe sore karena memang sekolah full day, dan dia membutuhkan seseorang untuk menemaninya belajar di rumah, karena itu dia butuh guru les privat. Orang tuanya juga begitu ramah, baik, dan peduli...mereka nggak memandang sebelah mata...

Aku sih pengennya Attak manggil aku mbak aja, tapi dia gak mau, dia mau manggil bu guru aja, udah kebiasaan katanya. oke deh, aku jadi menyebut aku bu guru di depannya akhirnya...

Setelah beberapa hari kami mulai akrab dan selalu bercanda kecuali saat orang tuanya sedang lewat, kami pura-pura belajar, hahaha...tapi jangan pikir aku main-main, aku cuma ingin dia santai aja, kan kasian, sekolah dari pagi sampe sore...Suatu hari dia cerita, entah apa asal mula dia cerita seperti itu, aku lupa.

Attak : Bu, tau gak bu, masa' temenku ada yang bawa kondom...
Aku : Haaa? (aku bener-bener terkejut! anak SD udah tau kondom?!)
Attak : Iya bu, masa' ya dia masang kondomnya di depan temen-temen... (cerita Attak antusias banget)
Aku : (melongo kaya' orang bego)
Attak : Temenku bilang ya, kondomnya itu punya bapaknya...

Astaga! sungguh, aku kaget, aku gak tau aja ternyata pengetahuan anak SD sekarang emang lebih luas, beda sama zamanku dulu, apalagi sama hal-hal seperti itu...ya ampun...Setelah cerita temennya dia cerita lagi.

Attak : Bu, kemaren kata umi, Bu Yuli ke sini?
Aku : Kangen sama kamu ya...?
Attak : Bu Yuli ke sini mau periksa...
Aku : Loh, kenapa? Bu Yuli sakit?
Attak : Katanya umi sakit...
Aku : Sakit apa?
Attak : Sakit kawin!
Aku : Haaa? Apaan tuh sakit kawin?
Attak : Aku juga gak tau.

Waduh! Baru kali ini aku denger ada sakit kawin. aku pengen tau banget sakit apa tuh. jadi sebelum pulang aku sempetkan ngobrol sama Bu Sulis (uminya Attak).

Bu Sulis : Tau suaminya Bu Yuli?
Aku : Nggak tau bu...
Bu Sulis : Kemaren Bu Yuli ke sini sama suaminya, suaminya agak sangar badannya...
Aku : (sangar?) Emang Bu Yuli sakit apa?
Bu Sulis : Sakit kawin
Aku : Sakit kawin tuh gimana sih bu?
Bu Sulis : Kencing darah
Aku : Haaaa? (aku bener-bener kaget. sumpah!) Kok bisa? (karena setauku Bu Yuli gak pernah sakit yang aneh-aneh)
Bu Sulis : Biasalah buat perempuan yang sudah lama nggak berhubungan intim...
Aku : (tambah bingung aku, Bu Yuli kan janda, kok bisa berdarah lagi?)

Dan obrolan selanjutnya kami seperti mencurigai suaminya itu, nah kan, berpikiran buruk sama orang, ada rasa kasian juga sama Bu Yuli...Udah selesai ngobrol, aku pamitan pulang. waktu lewat garasi, di situ ada jendela kamar praktek Pak Joko (abinya Attak). waktu masih nyari-nyari sandal...

Attak : malem minggu libur bu...
Aku : iya libur aja ya...
Dari dalem kamar praktek, pak Joko teriak, "malem minggu libur Tak, Bu guru ada acara..."
Aku : (senyum-senyum aja, lalu aku sekalian pamitan sama Pak Joko, padahal sebenernya aku nggak ada acara apa-apa) Pamit dulu Pak, Assalamualaikum....
Pak Joko : ooooh nggeeeeh monggo-monggooooo, waalaikumsalam...
Aku : (agak tertegun sebentar, soalnya kaget sama teriakan Pak Joko, hahaha...pasiennya jadi ikut ngeliatin aku deh...)

Akhirnya pulang, malem-malem lewat makam, takuuuut....

Senin, 07 Desember 2009

Benarkah Aku Terlalu Dominan?

Hari ini aku memang not in the mood. suntuk. sumpek. kesel. dan lain-lain... ada satu hal yang membuatku seperti ini. aku terlalu dominan, begitu kata temenku... ini berawal dari tugas kelompok yang sebagian besar aku dan salah seorang temanku yang mengerjakan. sedangkan dua yang lainnya tidak ikut berperan hanya menyumbangkan uang untuk biaya penyelesaian tugas...

Oke, aku akui memang aku ingin selalu ambil peran dalam segala hal yang melibatkan diriku. aku ingin aku juga bekerja dalam hal apa pun, salah satunya adalah mengerjakan tugas kelompok. yang sebenarnya aku begitu benci tugas kelompok, aku lebih suka tugas individu...

Apa yang sebenarnya terjadi...

Aku memang orang yang asal bicara. tadi aku bilang pada salah seorang temenku kalo dia gak berperan apa-apa. sungguh, maksud aku hanya bercanda, karena aku memang ikhlas mengerjakan tugas tanpa bantuannya, tapi ternyata dia tersinggung. dia bilang aku yang terlalu dominan dalam hal ini. aku dan salah satu temenku yang ambil peran, berdua mengerjakan tugas. dan dia bilang aku selalu menolak saat dia menawarkan diri untuk turut serta... hey, aku gak butuh tawaran! aku ingin dia bicara dengan tegas kalo dia memang ingin mengerjakan itu bersama-sama. bukan sekedar menawarkan.

Aku baru sadar kalo aku terlalu dominan. tapi apa yang terjadi kalo aku gak dominan? siapa yang akan menjadi leader? yang mengatur ini dan itu? meskipun aku sebenarnya bukan leadernya...

Kalo memang dia merasa aku terlalu dominan, kenapa dia gak mengejar aku? bukankah dia juga bisa menjadi dominan? kenapa aku yang harus mundur beberapa langkah? dan aku terdiam menyimpan kejengkelanku.

Tapi rasa kesal itu gak berlangsung lama, karena sepulang kuliah kami saling bermaafan dan saling bertukar senyum...

Tapi tetap saja perasaan jengkel ini masih ada. mungkin aku memang harus mundur sedikit untuk memberi kesempatan pada temanku yang satu ini...

Minggu, 06 Desember 2009

Biarkan Kereta Itu Lewat, Arini

Arini menoleh ke arah Nick dengan perasaan serba salah. Nick pasti tersinggung kalau tidak diperkenalkan. Dan Arini tidak dapat melupakan bagaimana reaksi tamu terhormatnya itu. Dia begitu terkejut. Tidak menyangka pemuda yang seperti anak SMA itu suami Ibu Arini Utomo yang direktris...

"Mengapa kamu tidak memakai pakaian
yang lebih baik kalau menjeputku?"
"Apa kurangnya pakaianku? Aku tidak memakai celana pendek seperti Tarzan,kan?"
"Istrimu direksi, Nick!"
"Apa bedanya kalau istriku tukang jual jamu sekalipun?"
"Tolonglah menghargai istrimu. Menjaga perasaannya di depan karyawan-karyawannya.
Kolega-koleganya. Tamu-tamunya."
"Kamu yang tidak pandai menjaga perasaan suamimu! Di depan mereka seperti malu mengakui aku sebagai suamimu! Jika seandainya muat, kamu pasti sudah menyimpanku baik-baik di dalam tas!"

Apa yang terjadi jika wanita karier yang punya kedudukan menikah dengan seorang pemuda yang berumur sepuluh tahun lebih muda?

Lebih-lebih bila pemuda itu belum punya pekerjaan dan memilik seorang ibu yang gemar mencapuri urusan rumah tangganya.

Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat

Delapan tahun yang lalu karena takut ketinggalan kereta, Arini telah menumpang kereta yang salah. Kereta api yang menjerumuskannya ke jurang penderitaan. Tetapi penderitaan yang bagaimanapun beratnya tidak menjerumuskan perempuan sederhana yang polos dan bodoh seperti Arini ke lembah kenistaan. Dia tidak membiarkan dirinya jatuh ke dalam pelukan laki-laki. Atau terkapar menangisi nasibnya di tempat tidur. Dengan sisa-sisa kekuatannya sendiri, Arini berjuang untuk memperbaiki nasibnya. Bertekad menjadi seorang wanita terhormat, agar tidak seorang pun berani menghinanya lagi. Dia menempa dirinya menjadi seorang wanita karier yang sukses, meskipun untuk itu dia terpaksa mulai dari tempat yang paling bawah sekali. Di ujung suksesnya, ia mengira tak ada lagi kereta yang akan melintasi hidupnya. Tetapi dalam sebuah kereta api cepat di daratan Eropa, kereta api terakhir yang menuju Stuttgart, Arini berjumpa dengan Nick. Dan di dalam diri laki-laki yang sepuluh tahun lebih muda ini, Arini menyadari, masih ada kereta api yang akan lewat. Kereta yang membawanya ke Jakarta. Mempertemukannya kembali dengan Helmi, laki-laki yang pernah menjadikannya seorang istri pulasan, demi menutupi skandal cintanya dengan Ira, teman Arini yang telah menikah. Dendam yang membara di hati Arini nyaris menemukan pelampiasannya ketika ia melihat apa yang telah dilakukan Helmi terhadap anak perempuan mereka selama ini. Dan di dalam diri anaknya yang telah ditinggalkannya begitu saja selama tujuh tahun, yang lebih memilih ibunya daripada Arini, dia kembali dihadapkan pada suatu dilema.

Sabtu, 05 Desember 2009

Harapan Semu

Usiaku udah 20 tahun sekarang. dan selama itu pun aku belum pernah merasakan yang namanya pacaran. seperti yang dilakukan temen-temenku, pacaran...
Jangan pernah berpikir aku gak mengingikan seseorang berada disampingku. aku tentu membutuhkannya, tapi aku tau itu gak bisa dipaksakan dan bukan pacaran hanya dengan tujuan supaya punya pacar, lebih dari itu...

aku emang menolak, karena ku pikir aku gak jatuh cinta sama mereka...tapi baru ku tau tentang diriku sendiri kalo aku juga menolak saat seseorang yang kucintai mencintaiku juga...dia adalah lelaki pertama yang membuat aku deg-degan dan membuat panas mukaku. bukankah kita gak akan seperti itu kalo kita gak jatuh cinta padanya?
Aku merasa menjadi putri saat disampingnya, karena dia emang memperlakukan aku seperti putri. memperlakukan aku seperti wanita dewasa. karena dia memang terlalu dewasa buatku, tapi itu justru yang membuat aku jatuh cinta, perlakuannya dan perhatiannya. dia mampu membuat aku merasa bangga terhadap diriku sendiri sampai aku rela berangkat saat panas dan hujan untuk menemuinya...saat berjalan disampingnya...saat minum dengannya...saat dia menatapku...saat gak sengaja kulitnya menyentuh kulitku...aku jadi gelisah...dan malu...
tapi aku tau aku akan merangkai harapan semu jika bersama dia. aku terlalu penuh pertimbangan. dan tentunya aku gak memikirkan diriku sendiri. aku juga memikirkannya dan keluargaku, tentang apa jadinya jika aku bersamanya...lebih banyak sukanya atau dukanya...aku harus berpikir realistis. namun ternyata setelah lama berpisah, cintaku mulai pudar, karena cinta bagaikan pohon, membutuhkan air agar tetap hidup, dan karena perpisahan itu, gak ada lagi air yang bisa menumbuhkan cintaku lagi...