Judul :
Suraya
Penulis :
Nafi’ah Al Ma’rab
Penyunting :
Ani Nuraini Syahara
Penerbit :
Bhuana Ilmu Populer
Tahun terbit
: 2018
Blurb
“Tentang
cinta yang tak pernah lekang dari air mata. Inilah yang mendekatkan aku kepada
Tuhan.”
Seperti
cerita cinta lainnya, derajat tak bisa menyatukan cinta Suraya, seorang putri
menteri terbaik Kerajaan Malaka, dengan Awang, pemuda dari suku Laut.
Namun, semua
berbuah manis ketika suku Laut berhasil membantu pengusiran Portugis. Hubungan
Suraya dan Awang direstui, pernikahan segera digelar. Akan tetapi, tak ada yang
menduga bahwa pada suatu pagi, pasukan Portugis kembali meluluhlantakkan
Malaka.
Dan lagi,
Suraya-Awang terpisah untuk kesekian kali. Awang bertahan di Malaka, menjadi
pelayan perempuan Portugis. Cinta dan keyakinan nyaris tergadaikan. Sementara
Suraya terusir ke Bintan, masih terus bersetia kepada Awang meski hanya lewat
syair.
Akankah syair
serta takdir mempertemukan mereka?
***
Tokoh utama
yaitu Suraya, gadis terhormat dari keluarga kerajaan dan jatuh cinta kepada
Awang, pemuda tampan dari suku Laut. Suraya bukanlah gadis yang menyukai harta
melimpah. Sekalipun Awang hidup di laut dan tak punya tanah, Suraya tetap jatuh
cinta pada Awang. Cintanya adalah cinta sejati, tak mudah goyah meski dia
bertemu dengan lelaki lain yang melebihi Awang dalam segala hal.
Awang, lelaki
pekerja keras dan sangat menyayangi keluarganya. Demi memperjuangkan cintanya
kepada Suraya, lelaki itu berani berperang membantu ayahnya untuk mengusir
Portugis dari tanah kelahirannya. Sama seperti Suraya, sekalipun dia bertemu
dengan gadis Portugis yang sangat cantik, cinta Awang hanyalah untuk Suraya.
Zay, lelaki
yang sangat baik. Meskipun derajatnya tinggi dan hartanya melimpah, dia bukan
lelaki sombong. Zay begitu mengerti dengan kondisi Suraya dan tidak memaksa
supaya gadis itu membalas cintanya.
Tokoh yang
lain adalah orang tua Suraya yang bijaksana dalam menghadapi cinta putrinya,
orang tua Awang yang juga peduli terhadap kisah cinta putranya, Masida (pelayan
Zay) yang pada akhirnya jatuh cinta pada Awang. Masida berbeda dengan tokoh
yang lain karena karakternya antagonis.
***
Konflik yang
disajikan cukup berat. Cinta antara Suraya dan Awang yang mulanya tak direstui
karena perbedaan status, akhirnya mereka diperkenankan menikah karena ayah
Awang telah bergelar laksamana setelah berhasil mengusir Portugis dari perairan
Malaka. Sayangnya sebelum pernikahan itu terjadi, Portugis datang lagi untuk
membalas dendam sehingga Suraya dan Awang terpisah.
“―Ayah tahu
kau bersedih, kau pasti memikirkan Suraya di darat sana. Kita pun tak tahu apa
yang telah terjadi di sana. Tapi paling tidak, berjuanglah untuk kerajaan ini,
berjuanglah untuk cinta kau dan Suraya.” (hal. 64)
Penggambaran
konflik ini disajikan dengan kalimat yang sesuai dengan keadaan yang terjadi.
Bagaimana kesedihan Suraya ketika berpisah dengan Awang, bagaimana Awang
menderita ketika menjadi budak dan harus bekerja keras untuk Portugis, dan
bagaimana suasana ketika penyerangan terjadi, semua dijabarkan begitu detail sehingga
seolah-olah aku bisa membayangkan seperti apa lokasi dan keadaan yang sedang
terjadi.
Konflik
puncak ketika Suraya melihat Awang bermesraan dengan gadis Portugis. Suraya
patah hati dan memilih untuk menikah dengan lelaki lain. Sayangnya kehadiran
lelaki lain tak mudah menggoyahkan cintanya yang telah berakar begitu dalam di
hatinya.
“―Kalau sakit
hati karena cinta mungkin masih bisa saya tanggung. Tetapi saya teramat sakit
ketika saya tahu, orang yang saya kasihi menjadi pengikut orang-orang yang telah
membunuh kerajaan Sultan yang saya hormati.― (hal. 90)
Suraya salah
paham dengan apa yang dilihatnya.
***
Aku benar-benar suka dengan
novel ini karena bersetting pada masa penjajahan, mengingatkan kita bahwa
kebebasan kita sekarang adalah jerih payah dari para pejuang dan rakyat pada
zaman dahulu. Selain itu juga gaya penulisan yang indah serta bahasa tertata
dengan rapi. Saya suka dengan percampuran bahasa melayu di dalamnya.
Alurnya maju
dan diceritakan menggunakan sudut pandang orang ketiga sehingga pembaca bisa
tahu perasaan masing-masing tokoh dan bisa dengan gamblang menceritakan situasi
dan kondisi di tempat yang berbeda.
Banyak amanat
yang bisa dipetik dari novel ini, di antaranya yaitu tetaplah mendengarkan
nasihat orang tua ketika cintamu belum dapat restu. Contohlah Awang dan Suraya
yang berhasil membujuk kedua orang tua mereka dengan cara halus. Keyakinan
Awang yang begitu kuat patut kita contoh. Godaan sebesar apapun yang ada di
depan kita, tidak seharusnya kita terbuai sehingga mengkhianati agama kita.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar