Jumat, 21 Desember 2018

Novel Separuh Hati yang Pergi

Judul : Separuh Hati yang Pergi
Penulis : Mimie Sarah
Penyunting : Ardiansyah
Penerbit : Wahyu Qolbu
Tahun terbit : 2018

Blurb

“Bun, bangun, Bun! Ayah udah urus pembelian rumah buat Bunda. Ayah juga udah mencicil biaya umroh buat kita. Ayo bangun, Bun...!” seru Imam lembut membangunkan istrinya.

“Allah ya Rabb, izinkan aku membahagiakan Zahra, perempuanku,” lirih Imam sambil bercucuran air mata di depan sosok istrinya yang terbaring di ruang operasi.

Sambil menatap wajah sang istri, Imam terbawa pada kenangan masa silam, saat pertama kali mereka bertemu. Tak ada yang berubah dari wajah istrinya. Zahra tetap cantik seperti pertama kali ia bertemu. Namun, Imam saat ini seperti sedang kehilangan akal sehat. Sudah sepuluh menit dia membangunkan istrinya tetap tak ada respon. Imam masih berharap, ini hanya mimpi.

Imam dan Zahra, adalah cinta sejati yang tidak dapat bersama. Ada kata terlambat yang terselip pada manisnya kebersamaan mereka, dan ada takdir Ilahi yang tak kuasa mereka ubah.

***

Cover novel ini menarik. Warnanya cerah dan ilustrasinya seperti puzzle, cocok dengan judulnya “Separuh hati yang Pergi.” Alur yang digunakan adalah alur maju. Jadi tidak perlu bingung untuk flashback. Meskipun sudut pandangnya berubah-ubah, dari sudut pandang orang pertama yaitu Imam dan Zahra, kemudian sudut pandang orang ketiga yaitu penulis sendiri, tapi overall novel ini bisa dinikmati dan nggak bikin pusing.

Novel ini diawali dengan kisah Imam, lelaki tampan berusia 28 tahun, tapi belum juga menemukan tambatan hati. Ada saja ketidakmantapan ketika mengenalkan seorang gadis kepada keluarganya. Aku kira pada awalnya ibu Imam seperti ibu-ibu yang sangat rewel seperti di sinetron. Ternyata ibu Imam itu ibu yang baik sekali. Hanya saja mencari istri yang benar-benar sesuai dengan syariat islam dan bisa mengerti tentang kondisi saudari-saudari Imam, bukanlah hal yang mudah.

Aku menikmati adegan ketika Imam sedang bercengkerama dengan teman-teman kerjanya. Lucu juga. Apalagi ada yang sampai punya dua istri. Bayangkan saja Imam, satu saja belum punya. Nah, temannya malah sudah punya dua.

Waktu terus berjalan, hingga akhirnya Imam bertemu dengan Zahra. Dari namanya saja sudah bisa dipastikan kalau gadis ini cantik. Imam langsung terpesona. Secara nggak langsung, Imam penasaran pada Zahra.

Nah, kira-kira kalian pernah nggak bertemu dengan seseorang yang bikin kalian terpesona, kemudian berdoa diam-diam, “Aku berharap suatu saat aku bisa bertemu dia lagi.”

Itu doa Imam, lho.

***

“Nak, suatu saat kamu akan mengerti tentang perjuangan hidup. Memang bukan sekarang, tapi nanti. Sama seperti umi yang berjuang menyekolahkanmu hingga ke perguruan tinggi tanpa sosok abimu. Jangan pernah membebani orang lain selagi beban itu masih sanggup kita pikul. Kamu harus jadi wanita yang mandiri. Carilah lelaki yang baik imannya, yang sayang dan bertanggung jawab pada keluarganya. Insya Allah itulah sosok suami yang baik untuk dijadikan pemimpin dalma rumah tangga.”

Membaca nasehat uminya Zahra membuat aku ingat ibuku sendiri nih. Gimana dong?

Kedua orang tua Zahra sudah meninggal. Zahra tinggal di rumah pakde dan budenya. Gadis itu sedang berjuang untuk melamar pekerjaan sebagai guru. Saat baru pulang dari melamar pekerjaan itu dia bertemu dengan Imam. Dan ternyata nih, tanpa dia tahu, pakdenya dan Imam sudah saling kenal. Tuh kan, ada saja jalan yang Allah lancarkan ketika mempertemukan seseorang dengan jodohnya.

Ada nggak nih yang seperti Zahra? Berkenalan dengan seseorang dan ternyata orang tersebut tidak jauh berada dari sisi kita?

Apalagi Imam tak butuh waktu lama untuk memberanikan diri melamar Zahra. Wah wah...

***

Kalau ada yang bilang, “Bukan hanya menyatukan aku dan kamu, menikah juga menyatukan keluarga kita.” Sepertinya kalimat itu cocok ditujukan kepada Imam dan Zahra.

Jadi, ketika takdir telah mempertemukan mereka, Zahra harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Imam memiliki beberapa saudara perempuan yang tiap saudara itu memiliki ciri khas masing-masing. Zahra yang mengagumi Imam karena Imam berani melamarnya tanpa ada adegan pacaran sebelum menikah, tak bisa mundur lagi.

Zahra harus belajar untuk memahami Eva, kakak Imam, yang bisa dibilang cemburu dengan kebahagiaan Zahra karena Eva masih lajang. Kemudian ada persoalan lain tentang adik Imam yang tidak bisa dijelaskan secara gamblang di sini.

Beruntungnya Imam punya istri yang sabar. Tapi sesabar-sabarnya istrinya, Zahra sempat juga mengeluh karena ingin hidup mandiri. Tapi lagi-lagi pikiran sehat lebih mengunggulinya. Karena menikah juga harus selalu menjaga hubungan baik dengan masing-masing keluarga. Bisa dibayangkan kan, bagaimana jadinya kalau Imam keluar dari rumah ibunya sementara dia adalah laki-laki satu-satunya di dalamnya?

***

Jadi novel ini novel yang cukup ringan dibaca karena tidak jauh-jauh dari kehidupan sehari-hari. Konfliknya ringan tetapi masih cukup terasa gregetnya hingga bab akhir.

Zahra adalah sosok istri idaman yang bisa dengan ikhlas menerima kondisi keluarga suaminya. Wanita itu justru menghibur Imam ketika suaminya itu sedang terpuruk.

“Mas, kamu nggak sendirian untuk menghadapi semua ujian ini. Ada aku di sini yang siap berbagi denganmu dalam suka maupun duka.”

Tuh, gimana Imam nggak cinta mati sama Zahra. Zahra memang pantas untuk dicintai dan Imam berjuang keras untuk mewujudkan impian istrinya.

Buat kalian yang suka cerita sederhana namun manis dan bernapaskan islam, kalian harus baca ini. Karena novel ini mengajarkan kita untuk selalu sabar menghadapi masalah dan belajar ikhlas dengan semua ketentuan Allah.

1 komentar: